Home » » Dipandang Hebat

Dipandang Hebat

Written By profitgoonline on Minggu, 16 Februari 2014 | 03.12

Sedari dulu saya muak sekali dengan namanya pencitraan. Jadi kalau ada pembicaraan yang secara eksplisit bertujuan untuk membangga-banggakan anak, pekerjaan atau prestice apapun yang dimiliki, sebenarnya saya sedang ngempet berjuang untuk tetap mendengarkan. Karena banyak sekali memori yang akan terpanggil tentang pencitraan. Bagaimana pencitraan itu tanpa kita sadari telah melukai banyak hati. 

Saya teringat dulu sewaktu SMP disuruh ikut pondok pesantren kilat. Kebetulan penyelenggara panitianya adalah salah satu orang dewasa yang ada dirumah. Pada awalnya saya sudah menaruh curiga, jangan-jangan saya adalah peserta paling tua. Tapi orang rumah itu meyakinkan saya bahwa saya bukanlah anak yang paling tua. Akhirnya saya menurut, saya mau mengikuti pondok pesantren kilat tersebut. Pertama kali saya memasuki pondok pesantren itu dugaan saya terbukti benar. Saya kecewa sekali karena semua pesertanya adalah anakSD. Walaupun ada satu anak ustaz yang seumuran denganku, tetap saja ini mengecewakan. Saya memberontak, apakah karena ada orang rumah yang merasa bahwa dia adalah salah satu panitia, jadi dia mengharuskan saya masuk kegiatan yang dibuatnya? Apakah dia merasa malu jika saya tidak mengikuti kegiatan pesantren karena anak ustaznya pun diikutkan? 

Kejadian yang sama terjadi dengan tetanggaku. Anaknya memang pendiam.Tidak suka tampil di depan umum. Tapi ibunya yang dikenal sebagai tokoh masyarakat ingin sekali anaknya tampil. Dia memaksakan anaknya untuk menjadi pembawa acara disuatu event di desa kami. Anaknya di duetkan dengan saudara perempuanku. Apa yang terjadi ketika diatas panggung? Anak hanya diam.Terlihat gugup bukan main. Akhirnya semua pembicaraan diatas panggung diambil alih oleh saudara perempuanku. Sebenarnya saudara perempuanku kasihan padanya,tapi tak ada pilihan lain. Dia harus mengambil alih semua pembicaraan tersebut atau keadaan semakin fatal. 

Dan yang paling banyak saya saksikan efek buruk dari pencitraan adalah menzolimi orang-orang terdekat kita. Hal ini disebabkan karena kita lebih mementingkan pandangan orang di luar sana daripada kebutuhan orang-orang terdekat kita. Mungkin teman-teman sering melihat bagaimana anak kecil dimarahi atau dipukuli ketika berulah karena malu dilihat orang. Padahal kalau dia nakal di rumah dibiarkan saja.

Saya sering mendengar tentang orang tua yang dipandang hebat di luar sana. Hebat secara karir, menyantuni anak yatim,menyekolahkan anak orang. Sehingga banyak sekali teman dan koleganya. Ramah dan menyenangkan sekali bila berhadapan dengan orang lain. Renyah sekali suaranya.Tapi giliran ngomong ke anaknya nadanya langsung berubah. Masya’allah. 

Itu dampak negative memprioritaskan pencitraan jika dipandang dari sudut hati yang terzolimi. Sedangkan dari sudut pengembangan diri juga berdampak tidakbaik. Apa jadinya jika karya kita gampang dipatahkan oleh terpaan kritik?Apakah karya bisa maksimal jika energy kita terforsir memperhatikan komentar khalayak ramai? Misalnya ketika kita buat note, waktu kita lebih banyak terbuang untuk mantengin berapa yang ngomen, berapa yang ngelike daripada meluangkan waktu untuk berlatih menulis. 

Coba kita perhatikan komen-komen yang tersebar di kaskus, blog atau youtube. Banyak yang bermutu atau asal-asalan bukan? Saya mulai menyadari hal itu ketika menyaksikan teman saya yang selalu menyimak koment sampai berpuluh-puluh, saya jadi ikut-ikutan menyimak komen-komen tersebut. Saat itu yang saya lihat tentang video Novita Dewi Marpaung yang lagi hot-hotnya melawan Fathin Sidqia. Salah satu komen yang saya baca bunyinya seperti ini. “Saya jadi nggak suka dengan Novita semenjak rambutnya pendek” 

“What???” Dibenci karena potong rambut, apa perlunya? Semenjak itu saya jadi rajin mantengin komen-komen yang tersebar di dunia maya. Dan ternyata benar. Banyak koment yang tidak perlu. Ini artinya memang banyak kritik yang tidak perlu kita dengarkan. Saya sepakat dengan prinsip Steve Job di dalam buku The Wisdom Of Steve Job. Jangan sampai penciptaan karya terhambat karena diri kita terombang-ambingkan oleh opini masyarakat. Bahkan kalau kita tanyakan dari kritik masyarakat ,mereka tidak bisa menjawab tentang apa yang diinginkan dalamkarya kita. Jadi fokus saja pada pencurahan karya. Fokus saja untukterus memberikan yang terbaik. Dan fokus saja untuk menjalin kerja sama dengan orang-orang baik, niscaya hal-hal baik dengan sendirinya akan mengringi kita. 

Banyak sekalilah dampak buruk karena ingin dilihat hebat. Mungkin karena sedari kecil saya kerap menyaksikan sendiri betapa menyakitkannya sebuah pencitraan. Saya jadi terlalu sensitif dan berlebihan dengan pencitraan. Sedari SD sampai SMA jika saya berangkat sekolah, sangat jarang sekali saya bercermin. Saya pikir tidak masalah jika orang melihat penampilan saya yang jelek. Dan saya juga tidak keberatan ketika waktu SD dijuluki wanita terjelek.Yang penting saya punya banyak teman dan tetap bisa bermain bersama mereka. 

Terlalu sensitif pada pencitraan itulah yang membuat saya kerap menolak, jika diminta tasmi’(memperdengarkan hafalan Qur’an) ketika ada orang hajatan. 

Karena terlalu posesif pada pencitraan, saya benar-benar tidak mempedulikan pandangan orang lain. Belajar fisika ketika guru menerangkan kimia. Atau belajar kimia ketika guru menerangkan bahasa inggris. Begitulah saya lalui masa-masa jahiliyah saya tanpa merasa bersalah.

Dan parahnya, karena terlalu paranoid dengan pencitraan, 5 tahun kuliah saya tidak punya niat untuk meluluskan diri. Saya ingin membuktikan tanpa ijazah juga bisa bermanfaat bagi orang banyak. Tanpa branding UGM yang membuat orang-orang di kampung ber-‘waah’ , saya ingin membuktikan saya juga bisa menjadi mulia.

Sekarang baru saya pahami, dendam saya pada pencitraan. Terlalu posesifnya saya terhadap ‘pencitraan’ pada kenyataannya hanya akan menyiksa dan merugikan diri saya sendiri. Bahkan dampak buruk itu juga akan menjalar pada keluarga, komunitas dan masyarakat banyak. 

Seandainya itu ikhlas. Memang benar, saya tidak akan melakukan sesuatu karena ingin dilihat orang lain. Tetapi jika seandainya itu ikhlas,maka saya juga tidak akan malas melakukan hal-hal baik karena dilihat orang. Seperti yang dikatakan Fudhail Bin Iyadh dalam Riwayat Al-Baihaqi dalam Syuabul Iman, “Beramal karena manusia adalah syirik. Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya. Dan ikhlas adalah Allah menyelamatkanmu dari keduanya.”

Manakala itu Iman. Sejatinya saya tidak perlu paranoid terhadap pencitraan yang bisa menzolimi orang. Karena dalam iman, fiqih pun ada prioritasnya. Dimana kita harus memprioritaskan orang terdekat, suami,orangtua, anak-anak kita, keluarga dekat kita. Jikalau itu iman kitatidak perlu menghawatirkan kita akan berlaku lemah lembut pada orang lain tapi berlaku kasar pada keluarga terdekat. 

Mana kala itu Ihsan, semata-mata karena Allah, maka saya akan memberikan ikhtiar terbaik saya untuk apapun, kapanpun dan pada siapapun. Juga akan memenuhi setiap porsi hati tanpa menzolimi seorangpun. Tentunya saya juga akan menjaga penampilan bukan semata-mata karena dilihat orang, tetapi karena memenuhi hak-hak tubuh. Seandainya saya terengkuh ihsan, saya juga tidak akan menzolimi hati guru-guru saya terdahulu. Saya tidak akan belajar bahasa Inggris saat pelajaran fisika.

Jikalau saya tercelup dengan kebijakan Islam, tentunya ketika diminta tasmi’ harusnya saya bisa menimbang-nimbang terlebih dahulu. Antara banyaknya manfaat dan mudorotnya.Termasuk dampak positif syiar, siapa tahu dari menmperdengarkan tasmi’ akan banyak orang yang tersentuh untuk menghafalkan Alqur’an juga.

Andai saja saya bisakonsisten terhadap Iman dan Ihsan, maka karya terbaiklah yang akan tercipta. Dan semua hati akan mendapatkan sesuai porsinya. Tak ada yang terzolimi. Secara otomatais dan logis, orang-orang akan mencintai kita. Maka relasi terbaiklah yang akan banyak terjalin. Dan cinta yang tuluslah yang akan teretas. Sangat tepat sekali hadist nabi yang memaparkan tentang ini. Bahwasannya, Jika kita melakukan kebaikan untuk mendapatkan cinta Allah, maka kita akan mendapat cinta seluruh penduduk bumi. Seperti yang disabdakan Rasulullah berikut ini, “Jika mencintai seorang hamba, Allah Ta’ala memanggil Jibril dan memberitahu,sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia. Lalu Jibril menyeru kepada penduduk langit “Sesungguhnya Allah mencintai fulan maka cintailah ia”, lalu mereka mencintainya. Kemudian diletakkan baginya penerimaan di bumi”(HRmuslim). 

Pada akhirnya kesimpulan saya bermuara pada suatu hakikat. Bahwasannya kemuliaan itu berada pada satu kesetimbangan. Antara tidak terpancing ikut membangga-banggakan dan tidak terlalu paranoid pada pencitraan.

#Ya Allah jagalah hati-hati kami selalu.

#Arkandini Leo
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Materi Kuliah | Fanspage Facebook | Twitter
Copyright © 2013. BIOLOGI - All Rights Reserved
Published by BIOLOG-INDONESIA