POKOK BAHASAN 8. BUNGA
Struktur bunga serta bagian- bagian bunga
Bunga merupakan alat reproduksi seksual. Bunga dikatakan lengkap apabila
mempunyai daun kelopak, daun mahkota, benang sari, putik, dan daun buah. Bunga
terdiri atas bagian fertil, yaitu benang sari dan daun buah, serta bagian yang steril yaitu
daun kelopak dan daun mahkota.
8.1 DAUN MAHKOTA DAN DAUN KELOPAK
Secara anatomi daun mahkota dan daun kelopak mempunyai struktur yang
sama, terdiri atas sel-sel parenkimatis. Parenkim dasar terletak di antara epidermis
atas dan epidermis bawah. Jaringan ini juga disebut mesofil. Sistem pembuluh
terdapat pada jaringan dasar. Pada jaringan dasar mungkin terdapat sel-sel yang
mengandung kristal, idioblas atau saluran getah/ sel getah. Sel-sel tersebut
berhubungan dengan unsur pembuluh. Daun kelopak suku Geraniacea mempunyai
hipoderinis yang berdinding tebal, masing-masmg dengan kristal drusen. Daun kelopak
sel-selnya mengandung kloroplas. Epidermis daun kelopak dilapisi kutin pada bagian
luarnya, terdapat stomata dan trikomata, seperti pada daun. Struktur sistem pembuluh
seperti pada daun hanya kurang jelas strukturnya.
Daun mahkota mempunyai satu atau banyak pembuluh yang kecil-kecil.
Epidermis bentuknya khusus, merupakan tonjolan yang disebut papila, dilapisi oleh
kutikula. Adanya warna yang bermacam-macam pada daun mahkota disebabkan oleh
adanya kromoplas atau pigmen tambahan yang terdapat pada cairan sel. Zat tepung
sering dibentuk pada daun mahkota yang masih muda. Minyak volatil yang
karakteristik pada bunga umumnya terdapat pada sel-sel epidermis.
8.2 BENANG SARI
Benang sari terdiri atas kepala sari dan tangkai sari . Tangkai sari tersusun oleh
jaringan dasar, yaitu sel-sel parenkimatis yang mempunyai vakuola, tanpa ruang antar
sel. Sel-sel ini sering mengandung pigmen. Epidermis dengan kutikula , trikoma atau
mungkin stomata. Kepala sari mempunyai struktur yang sangat kompleks, terdiri atas
dinding yang berlapis-lapis, dan di bagian terdalam terdapat loculus / ruang sari
(mikrosporangium) yang berisi butir-butir serbuk sari . Jumlah lapisan dinding kepala
sari untuk setiap jems tumbuhan bervariasi.
Struktur kepala sari (antera)
Pada umumnya suatu antera terdiri atas 4 mikrosporagia (4lokuli) . Pada
waktu masak 2 sporangia dan masing-masing sisi akan menyatukan diri pada teka
sehingga ada 2 teka. Suatu keadaan yang berbeda, bahwa pada antera terdapat
jaringan steril yang disebut septa, memisahkan deretan lobulus , misalnya pada
beberapa anggota suku Inimosacea. Jenis lain seperti Viscum , masing-masing pollen
dikelilingi oleh jaringan pelindung, dan letaknya berderet - deret secara horizontal dan
vertikal sehingga masing-masing antera mempunyai 50 lokuli
Perkembangan kepala sari (antera)
Suatu antera yang muda terdiri atas suatu masa
dikelilingi oleh lapisan epidermis
dan setiap lobus beberapa sel
yang lain karena ukurannya yang besar, bentuk selnya memanjang ke arah radial dan
intinya jelas. Sel-sel ini adalah
dengan dinding perikimal (sejajar permukaa
sebelah luar dan sel-sel sporogen primer di sebelah dalam. Sel
membelah lagi secara periklinal menghasilkan lapisan parietal sekunder. Lapisan
parietal sekunder inilah yang nant
Sel sporogen primer membelah
pembelahan mitosis menjadi sel
langsung berfungsi sebagai sel
mikrospora membelah secara meiosis menghasilkan tetrad
sel-sel dalam tetrad memisahkan di
(Skema perkembangan antera lihat gambar! )
Gambar 8.3. Skema perkembangan kepala sari. Lapisan dinding kepala sari dan
mikrospora berasal dari jaringan arkesporium.
Perkembangan kepala sari (antera)
Suatu antera yang muda terdiri atas suatu masa sel yang homogen yang
epidermis. Selama perkembangan antera menghasilkan 4 lobi
dan setiap lobus beberapa sel hipodermal menjadi lebih menarik perhatian dibanding
karena ukurannya yang besar, bentuk selnya memanjang ke arah radial dan
adalah sel arkesponum. Sel-sel arkesporium membelah
ikimal (sejajar permukaan) menghasilkan sel-sel parietal primer di
sel sporogen primer di sebelah dalam. Sel-sel parietal primer
membelah lagi secara periklinal menghasilkan lapisan parietal sekunder. Lapisan
nder inilah yang nantinya akan menghasilkan dinding antera.
sporogen primer membelah-belah lagi secara mitosis, dan sel-sel hasil
menjadi sel induk mikrospora. Sel sporogen primer dapat
langsung berfungsi sebagai sel induk mikrospora tanpa mitosis. Setelah itu sel induk
membelah secara meiosis menghasilkan tetrad mikrospora. Selanjutnya
sahkan diri menjadi sel mikrospora yang soliter.
(Skema perkembangan antera lihat gambar! )
Menurut Bhojwani dan Bhatnagar (1978, 1999) kepala sari mempunyai lapisan
dinding sebagai berikut.
Epidermis (eksotesium)
Merupakan lapisan terluar, terdiri dari satu lapis sel. Epidermis menjadi
memipih dan membentuk tonjolan (papila) pada kepala sari yang masak, dan berftingsi
sebagai pelindung epidermis. Disebut eksotesium apabila sel-selnya mengalami
penebalan berserabut.
Endotesium
Endotesium merupakan lapisan yang terletak di sebelah dalam epidermis. Pada
kepala sari yang masak endotesium mengadakan penebalan ke arah radial, tangensial
sebelah dalam atau antiklinal. Penebalan sel tersebut tidak teratur dan menunjukkan
struktur berserabut. Adanya struktur berserabut menyebabkan endotesium mempunyai
fungsi untuk membantu membukanya antera. Dengan adanya struktur yang berserabut
pada dindingnya maka endotesium sering disebut lamina fibrosa. Endotesium biasanya
hanya satu lapis sel, tetapi beberapa kepustakaan menyebutkan ada yang terdiri atas
beberapa lapis sel. Pada tumbuhan air biasanya tidak dijumpai adanya penebalan
berserabut pada endotesium. Pada tumbuhan kleistogam (bunga tidak pemah
membuka) serta beberapa jenis termasuk Hydrochanitaceae, endotesium gagal
mengadakan perkembangan, sehingga mikrospora (butir serbuk sari) keluar melalui
lubang di bagian apikal kepala sari.
Lapisan tengah
Lapisan tengah merupakan lapisan yang terletak disebelah dalam endotesium,
terdiri dan 2-3 lapis sel atau lebth, tergantung jenis tumbuhannya. Dengan
berkembangnya antera sel-selnya menjadi tertekan dan memipih, karena terdesak oleh
endotesium, sehingga sering pula disebut lapisan tertekan. Keadaan ini terjadi pada
waktu sel induk spora (sporosit) mengalami pembelahan meiosis. Pada tumbuhan
tertentu tidak dijumpai adanya lapisan tertekan.
Tapetum
Tapetum merupakan dinding terdalam dari antera dan berkembang mencapai
maksimum pada saat terbentuknya serbuk sari tetrad. Lapisan tapetum berfungsi
memberikan seluruh isi selnya selama perkembangan mikrospora. Tapetum umumnya
merupakan derivat lapisan parietal primer. Namun pada suatu spesies, misalnya pada
Alectra thomsoni sel-sel tapetum mempunyai 2 tipe berdasarkan atas sel
penyusunnya, yaitu:
1. Sel tapetum berukuran besar, merupakan derivat dan sel-sel konektivum;
2. Sel tapetum !ebih kecil dibanding tipe pertama, merupakan derivat dan lapisan
parietal primer.
Menurut Maheswari Devi (1963) tapetum pada Calotropis gigantea terdiri dari
beberapa lapis sel. Menurut Bhojwarn dan Bhatnagar (1999) ada 2 tipe tapetum, yaitu:
a. Tapetum ameboid (plasmodial)
Pada tipe ini tapetum mengeluarkan seluruh masa protoplasnya ke dalam
lokulus (ruang sari) dan dinding selnya mengalami lisis. Kemudian protoplas
tapetum ini menggabungkan diri dengan protoplas yang ada di da!am lokulus,
se!anjutnya protoplas tersebut bergerak menyelubungi sel induk spora.
Tapetum tipe ini biasanya dijumpai pada tumbuhan Monocotyledoneae dan
Dycotyledoneae tingkat rendah.
b. Tapetum sekresi (glandular)
Tapetum menge!uarkan isi selnya secara berkala, sedikit demi sedikit. Dinding
selnya tidak mengalami lisis, dan sisa selnya masih dapat dilihat selama
perkembangan mikrospora. Tipe ini dijumpai pada tumbuhan Angiospermae
yang telah maju tingkatannya.
6.3 MIKROSPOROGENESIS
Setiap jaringan sporogen kadang-kadang langsung berfungsi sebagai sel induk
mikrospora, atau mungkin mengalami beberapa kali pembelahan mitosis, sehingga
jumlah selnya bertambah banyak sebelum menga!aini meiosis. Se! induk mikrospora
(disebut pula sporosit) mengalami pembelahan meiosis, menghasilkan mikrospora
yang bersifat haploid.
Sitokinesis
Pembentukan dinding setelah pembelahan meiosis sel induk mikrospora dapat
terjadi secara susesifatau secara simultan.
Secara susesif
Setelah pembelahan meiosis, terbentuk dinding yang memisahkan dua inti,
sehingga stadium 2 sel (diad). Pembentukan dinding secara sentrifugal (dari bagian
tengah ke tepi). Pada stadium meiosis II, dinding pemisah dibentuk dengan cara yang
sama, sehingga terbentuk serbuk sari tetrad yang bertipe isobilateral. Misalnya pada
Zea mays.
Secara simultan
Pada pembelahan meiosis I tidak diikuti pembentukan dinding, sehingga
terdapat stadium 2 inti (binuldeat). Jadi disini tidak terdapat stadium 2 sel. Selanjutnya
2 inti tersebut mengadakan pembelahan, terbentuk serbuk sari tetrad yang bertipe
tetrahidris.Contoh: Dryinis winteri
Gambar 8.6 Pembentukan dinding pollen secara susesif menghasilkan tipe tetrad
isobilateral.
A. sel induk mikrospora
B. pembelahan meiosis I
C. awal pembelahan meiosis II
D. fase anafase pembelahan meiosis II
E. akhir pembelahan meiosis II, dthasilkan 4 sel (tetraci) mikrospora.
Gambar 8.7 pembentukan dinding pollen setelah pembelahan sel induk mikrospora
tipe simultan
A - D. pembelahan meiosis I tanpa dinding sekat.
E - I. Pembelahan meiosis II. E, F:diantara inti terdapat vakuola kecil, terjadi
ikatan longgar (lihat daerah yang berwarna putth), G-I. Mulai terbentuk
dinding pemisah dari bagian tepi ke tengah.
Tetrad Mikrospora
Pada umumnya susunan mukrospora pada tetrad adalah tetrahidris atau
isobilateral. Tetapi pada jenis yang lain susunan tetrad mikrospora adalah: dekusata,
linier, bentuk huruf T.
Gambar 8.8. Tipe tetrad mikrospora pada Angioispermae
1. tetrahedral; 2. isobilateral; 3. dekusata; 4. bentuk T ; 5. linier.
Perkembangan Gametofit jantan
Mikrospora merupakan awal dari generasi gametofit jantan. Mikrospora dewasa
yang telah lepas dari tetrad, dikenal sebagai butir pollen (serbuk sari).
Serbuk sari I pollen pada uintimnya mempunyai 2 lapisan dinding yaitu eksin
merupakan lapisan terluar dari inti lapisan dalam. Eksin tersusun dari sporopolenrn,
sedang inti tersusun dan polisakarida. Serbuk sari yang baru terbentuk mempunyai
sitoplasma yang padat, dengan inti di bagian tengahnya. Setelah antera masak pollen
keluar melalui lubang yang disebut stomium. Epidermis yang letaknya berdekatan
dengan stomium dinding mengalami penebalan membentuk struktur yang khusus.
Perkembangan pollen (Inikrogametogenesis)
Pollen yang baru dibentuk umumnya mempunyai sitoplasma yang padat.
Selnya secara cepat bertambah volumenya, diikuti oleh vakuolisasi dan perpindahan
inti dari bagian tengah menuju ke bagian yang berdekatan dengan dinding sel. Pada
tanaman tropis, biasanya inti segera membelah tetapi pada tanaman yang hidup di
daerah dingin terdapat fase istirahat beberapa han sampai beberapa ininggu. Pada
Tradescantia reflexa fase istirahat 4 hari atau kurang dari 4 hari, sedang pada
Himantoglossum hircinum 2 sampai 3 ininggu.
Pembentukan sel vegetatif dan sel generatif
Pada awal gametogenesis inti serbuk sari membelah menjadi dua sel, yaitu sel
vegetatif dan sel generatif. Kedua sel tersebut ukurannya tidak sama. Sel Vegetatif
lebih besar dibanding sel generatif Selanjutnya Sel generatif membelah secara mitosis
menghasilkan 2 sel sperma.
Gambar 8.9. Perkembangan gametofit jantan
A. Serbuk sari yang barn terbentuk dengan 1 inti.
B. Serbuk sari membesar, inti pmdah ke bagian tepi, dan di bagian tengah terbentuk
vakuola.
C. Inti serbuk sari mengadakan pembelahan.
D. Stadium 2 inti pada serbuk sari. Inti sel vegetatif lebih besar ukurannya dan
terletak di bagian tengah. Sel-sel generatif letaknya dekat dengan dinding sel.
E. Inti sel generatif mulai kehilangan kontak dengan dinding sel, dan bentuknya
berubah menjadi bulat.
F. Inti sel generatif terdapat bebas pada sitoplasma.
G-H. Inti sel generatif mulai mengadakan pembelahan dan dan hasil pembelahan
terbentuk 2 sel sperma.
I-J. Inti sel generatif membelah di dalam buluh serbuk sari.
Dinding pollen
Dinding pollen berlapis-lapis. Dinding terluar disebut eksin dan dinding dalam
disebut inti. Eksin terdiri atas ekteksin dan endeksin. Ekteksin tersusun oleh:
1. tektum di bagian luar;
2. bagian dalam adalah lapisan kaki (foot layer) berbatasan dengan endeksin;
3. bakulum lapisan yang terdapat antara tektum dan lapisan kaki.
Eksin tersusun atas sporopolenin, merupakan derivat dan karotenoid yang mengalami
polimerisasi oksidatif. Sporopoleurn sangat resisten terhadap faktor fisik dan
dekomposisi biologik. Lapisan intin terdiri atas pekto-sellulose. Struktur selulose terdiri
atas inikrofiblir yang tersusun paralel terhadap permukaan dinding.
Gambar 8. 1 0. Struktur sel pollen pada Angiospermae
A. sel pollen dilindungi oleh dinding yang tebal, dengan 2 inti yang jelas, yaitu inti
vegetatif(besar) dan inti generatif(kecil)
B. Perbesaran dan DP.
b: bakulum; ek: eksin; in : intin; en : endeksin; t tektum; k: lapisan kaki.
Perkembangan abnormal dan pollen
Perkembangan abnormal dari polen dijumpai pada tubuh monokotil maupun
dikotil.
8.4 PISTILUM
Megasporangium dan Megasporogenesis
Tumbuhan Angiospermae pada umumnya mempunyai megasporofil (daun
buah) yang berkembang ke dalam suatu pistilum. Pistilum (putik) biasanya mengalami
diferensiasi menjadi 3 bagian yaitu:
1. bagian basal yang menggelembung disebut ovarium (bakal buah).
2. bagian yang memanjang disebut stilus (tangkai putik)
3. bagian ujung stilus disebut stigma (kepala putik)
Di dalam ovarium terdapat dua atau lebth dan dua ovulum (bakal bij i). Ovulum
berkembang (berasal) dan plasenta. Suatu ovulum terdiri atas:
1. megasporangium (kandung lembaga embiyo sac) suatu badan sentral,
2. merupakan hasil perkembangan lebih lanjut dan megaspora yang berfiingsi.
3. nuselus, yakni jaringan yang menyelubungi badan sentral. Nuselus diselubungi
oleh sath atau dim integumen.
4. integumen, suatujaringan yang menyelubungi nuselus.
5. funikulus, tangkai yang mendukung bakal bij i, dimana bakal bij i itu melekat
pada plasenta.
Ukuran nuselus, jumlah integumen dan bentuk ovulum sangat pentmg untuk
membedakan ciri khas suatu ovulum pada kelompok tumbuhan berbunga. Ovulum
digolongkan ke dalam 5 tipe, tergantung aksis ovulum tersebut, apakah tegak atau
melengkung terhadap Mikropil dan funikulus.
Tipe ovulum tersebut adalah:
1. orthotropus : Mikropil menghadap ke atas terletak segaris dengan
hilus.
2. Anatropus : Mikropil dan hilus letalmya sangat berdekatan.
3. Kampilotropus : ovulum berbentuk kurva.
4. Heinianatropus : apabila nuselus dan intigumen terletak kurang lebih di
sudut funikulus.
5. amfitropus: ovulum berbentuk seperti sepatu kuda.
Integumen
Suatu ovulum kebanyakan mempunyal satu atau dua integumen. Ovulum
dengan satu intigumen disebut unitegmik, dan yang mempunyai dua intigumen
tersebut bitegmik. Pada tumbuhan Sympetalae umumnya menunjukkan keadaan
unitegmik, sedang pada Polypetalae dan monokotil adalah bitegmik. Pada beberapa
anggota Olacaceae menurut Davis (1966). ovulum tidak berintegumen dan disebut
ateginik. Ovulum pada umumnya berasal dari jaringan plasenta di dalam ovarium,
sedang integumen berasal dari bagian basal primordium ovulum.
Keadaan unitegmik mungkin disebabkan karena hilangnya salah satu
intigumen, seperti pada Cyilnus perkembangannya sehingga hanya mempunyai satu
intigumen. Pada beberapa dijumpai adanya integumen ketiga atau arilus, Pada Ulmus
dilaporkan, bahwa integumen ketiga berasal dari pembelahan integumen luar, tetapi
struktur tersebut dapat pula berasal dari pangkal ovulum.
Pada anggota Euphorbiaceae dikenal adanya karunkula yang berasal dari
poliferasi sel-sel integumen di daerah mikrofil. Kadang-kadang poliferasi ini sangat kuat
dan karunkula ini masih dapat dilihat sampai bij i masak. Misalnya pada bij i Ricinus Communis
Mikropil
Mikropil dapat dibentuk oleh integumen luar dan atau integumen dalam.
Mikropil yang dibentuk oleh integumen dalam seperti pada Centrospermales dan
Plumbagmales, oleh integumen luar dan dalam, seperti pada suku Pontederiaceae.
Jarang sekali Mikropil dibentuk oleh integumen luar misalnya pada suku
Podostemaceae. Rhamnaceae, dan Euphorbiaceae. Lubang Mikropil yang dibentuk
oleh integumen luar disebut eksostoma, sedang yang dibentuk oleh intigumen dalam
disebut endostoma.
Tapetum integumen (endotelium)
Pada beberapa tumbuhan nuselus segera mengalami disorganisasi dan
kantong embrio langsung mengadakan kontak dengan lapisan integumen yang semula
berbatasan dengan nuselus. Lapisan yang semula berbatasan dengan nuselus itu
terdiferensiasi menjadi lapisan yang khusus, baik bentuk maupun kandungan selnya.
Sel-selnya memanjang ke arah radial, kadang-kadang menjadi binuldeat
(mengandung dua inti). Sel-sel ini mempunyai persamaan dengan sel-sel tapetum
pada antera, oleh karena itu disebut tapetum integumen (endotelium). Endotelium
berfungsi nutritif, membantu transport bahan makanan dan integumen menuju ke
kantong embrio. Pada waktu embrio dewasa permukaan dalam dan lapisan endotelium
mengalami kutinisasi dan lapisan tersebut berubah menjadi lapisan pelindung.
Endotelium merupakan lapisan tunggal, dijumpai pada beberapa taksa yang
mempunyai tipe intigumen unitegmik, seperti Compositae, Lentibulariaceae dan
Orobanchaceae. Pada Compositae endotelium lebih dari satu lapis sel yaitu 2-10
lapisan seperti pada bunga matahari.
Hipostase dan Epistase
Hipostase adalah sekelompok sel yang terdapat di bawah kantong embrio di
bagian khalaza, berhadapan dengan jaringan pengangkut yang ada di funikulus.
Merupakan derivat sel-sel nuselus di bawah kantong embrio. Hipostase mempunyai
dinding yang tebal dan dingin, sedikit sitoplasma. Jaringan inti terdapat pada beberapa
suku, antara lain Crossosomataceae clan Umbelliferae. Kadang-kadang hipostase
terbentuk setelah pembuahan. Epistase merupakan jaringan yang letaknya di daerah
mikropil, dan dibentuk oleh sel-sel epidermis nuselus. Strukturnya seperti kaliptra pada
akar, oleh karena itu sering disebut tudung nuselus (operkulum), misalnya pada
Castalia dan Costus.
Obturator
Obturator adalah jaringan yang merupakan poliferasi sel-sel funikulus atau
plasenta. Yang berasal dari funikulus misalnya pada famili Acanthaceae,
Anacardiaceae, Labiatae dan Magnoliaceae. Jaringan ini berfungsi untuk membantu
pembuahan yaitu memandu buluh pollen menuju mikropil. Sel-selnya mengalami
degenerasi setelah terjadinya pembuahan. Pada Tetragonia tetragonioides obturator
mempunyai struktur seperti trikomata (rambut-rambut) berasal dan epidermis kedua
sisi funikulus yang letaknya berhadapan dengan mikropil. Obturator yang berasal dari
sel-sel plasenta misalnya pada suku Euphorbiaceae dan Cuscutaceae.
Gambar 8. 14. Struktur tambahan pada Ovulum I. Obturator pada Tetragonia
tetragonloider
Perhatikan perkembangan obturator pada tangkai funikulus yang sebelah luar lebih
baik di banding dengan yang berdekatan dengan Mikropil (A,B). II. Endotelium pada
Asteraceae:
D. Volutacella ramose ; E. Glossocardia bosvallia.
III. Integumen ketiga pada Trianthema monogyna.
Nuselus
Nuselus merupakan dinding megasporangium. Setiap ovulum hanya
mempunyai satu nuselus. Yang mempunyai dua nuselus antara lain adalah Aegle
marmelos dan Hydrocleis nymphoides. Pada awal terbentuknya calon ovulum, nuselus
terbentuk lebih dulu, terdiri atas sel-sel yang homogen diselubungi oleh epidermis.
Dibawah lapisan epidermis nuselus terdapat sekelompok sel-sel arkesporium.
Pada Sympetalae sel-sel arkesponum berfungsi langsung sebagai sel induk
megaspora (sel sporogen), sehingga sel sporogen adalah sel hipodermal (hipo =
bawah; dermal = epidermis). Berdasarkan asal sel-sel sporogen (sel induk megaspora)
maka nuselus dibedakan menjadi dua tipe yaitu:
1. tenumuselat
Sel sporogen (sel induk megaspora) adalah sel hipodermal, sehingga sel
sporogen berbatasan langsung dengan epidermis nuselus.
2. krasmuselat
Antara sel-sel sporogen dengan epidermis nuselus dipisahkan oleh lapisan sel
parietal primer.
Gambar 8.15. Perkembangan ovulum tipe tenuinuselat dan tipe krassinuselat.
I. Megasporogenesis pada ovulum Elytraria acaulis tipe tenumuselat.
II. Megasporogenesis pada ovulum Myriophyllum intermedium tipe
krassinuselat.
Sel induk megaspora membelah meiosis menghasilkan tetrad linier
(Gambar I dan II: C-D). ini. sel induk megaspora (sel sporogen) ; sp.
sel parietal, en:epidermis nuselus.
Megasporogenesis
Pada ontogeni ovulum, nuselus terbentuk lebih dulu, merupakan masa sel yang
diselubungi oleh epidermis, berasal dari proliferasi sel-sel plasenta.
Suatu sel hipodermal pada nuselus mempunyai ukuran yang besar, sitoplasma
padat dan ini besar berfungsi sebagai sel arkesporium. Sel ini membelah secara
perildinal atau langsung berfungsi sebagai sel induk megaspora.
Kalau membelah secara periklinal sel arkesporial tersebut ke arah dalam
menghasilkan sel sporogen primer dan ke arah luar menghasilkan sel parietal primer.
Sel sporogen berfungsi langsung sebagai sel induk megaspora.
Sel induk megaspora (megasporosit) membelah secara meiosis membentuk 4
megaspora yang haploid dan umumnya bertipe linier, tetapi ada yang berbentuk huruf
T, antara lain pada Orchic maculata dan Driniys winteri. Sedang pada beberapa suku
Crassulaceae, Hydrochaitaceae dan Musaceae dilaporkan mempunyai tipe berturut
turut isobilateral, tetrahidris dan bentuk T.
Dari 4 inti megaspora hasil meiosis yang tersusun linier tersebut hanya satu inti
megaspora yang berfungsi yaitu yang letaknya paling bawah dari tetrad, tiga lainnya
mengalami degenerasi.
Perkembangan gametofit betina (Megagametogenesis)
Gametofit betina (kantong embrio) yang dewasa terdiri atas 7 sel, yaitu sel
sentral yang besar dengan 2 inti kutub, di bagian mikrofil 2 sel sinergid dan 1 sel telur
serta di bagian khalaza 3 sel antipoda.
Perkembangan kantong embrio dimulai dengan memanjangnya inti megaspora
yang berfungsi.
Tergantung jumlah inti megaspora yang berperan dalam pembentukannya,
gametofit betina (kantong embrio) mungkin bertipe monosporik, bisporik atau
tetrasponik. Masing-masing kelompok tersebut mempunyai lebih dari satu tipe. (Lihat
diagram).
Tipe tersebut adalah sebagai berikut:
1. Monosporik
Pada tipe ini inti megaspora yang berperan selama perkembangan gametofit
jumlahnya satu. Tipe ini merupakan tipe normal (tipe Polygonium) Tipe kedua yaitu
Oenothera*, pada tipe ini hanya terjadi 2 kali pembelahan inti megaspora, sehingga
hanya ada 4 inti di bagian mikrofil.
Gambar 8.17. Megasporogenesis dan perkembangan kandung lembaga
(megagametofit) tipe Normal (polygonum) pada Angiosperm.
2. Bisporik
Inti megaspora yang berfungsi pada perkembangan gametofit betina ada 2.
Setelah meiosis pertama pada proses megasporogeilesis terbentuk 2 set, dan 2 sel
tersebut hariya satu, sel yang melanjutkan meiosis II, sedang yang lain mengalami
degenerasi. Pada pembelahan meiosis II tidak terjadi pembentukan dinding sekat, dan
kedua inti megaspora berperan dalam pembentukan kandung lembaga. Dua inti ini
kemudian membelah mitosis 3 kali, menghasilkan 8 inti. Akhirnya orgamsasi kandung
lembaga seperti pada tipe normal (Polygonum). Tipe bisporik dibedakan menjadi 2
yaitu:
a. tipe Allium
Pada tipe ini megaspora yang berfungsi adalah yang berada di bagian khalaza,
sedang yang ada di bagian mikrofil mengalami degenerasi setelah meiosis 1.
b. tipe Endyinion
Megaspora yang berfungsi pada tipe ini adalah yang ada di bagian mikrofil. Inti
megaspora yang ada di bagian khalaza mengalami degenerasi.
3. Tetrasporik
Pada tipe ini pembelahan meiosis dari sel induk megaspora selama
megasporogenesis tidak diikuti oleh pembentukan dinding sekat, sehingga pada akhir
meiosis 4 inti haploid tetap di dalam sitoplasma sel yang sama (terjadi pembelahan inti
bebas).
Pola organisasi kandung lembaga tetrasponik ini sangat bervariasi. Susunan
kandung lembaga sebelum mengalami mitosis adalah sebagai berikut :
a. Terdiri 4 inti yang tersusun 1+1+1+1, masing-masing ada di bagian mikrofil,
khalaza dan di bagian lateral kandung lembaga. Misalnya pada tipe Peperoinia,
Penae dan Plumbago.
b. Terdini dari 4 inti tersusun 1+3. Satu ini bagian mikrofil 3 di bagian khalaza.
Pada tipe ini 3 inti di khalaza ada yang mengadakan fusi seperti tipe Fritillaria
dan Plumbagela, sedang pada tipe Drusa tidak tenjadi fusi.
c. Terdiri dari 4 inti dengan susunan 2+2, dua inti di bagian mikrofil, dua inti di
bagian khalaza. Inisainya tipe Adoxa.
1. Suatu tipe perkembangan kandung lembaga tetrasporik yang spesifik di jumpai
pada Chrysanthemum cinerariaefolium. Perkembangan tipe ini setelah stadium 4
inti, pada akhir meiosis, dengan susunan 1+2+1. Sam inti tenletak di bagian
khalaza dan mikrofil, sedang 2 inti terletak di bagian tengah.
Gambar 8.19 Diagram berbagai tipe perkembangan kandung lembaga pada
Angiospermae.
8.5. POLINASI DAN PEMBUAHAN
8.5.1. Polinasi
Polinasi adalah jatuhnya butir pollen pada kepala putik. Pada Gymnospermae
karena tidak mempunyai putik, butir pollen langsung jatuh pada nuselus. Perpindahari
pollen pada Angiospermae ada 2 cara yaitu:
1. Pollen yang jatuh pada kepala putik berasal dari satu bunga yang sama. Ini
disebut penyerbukan sendiri (autogaini selfpollinaiion).
2. Pollen berasal dari bunga lain, ini disebut penyerbukan silang (cross pollination).
Pada tipe ini dibedakan menjadi 2:
2.1. pollen berasal dari bunga yang berbeda, tetapi sam tanaman. Penyerbukan
semacam ini disebut geitonogaini
2.2. pollen berasal dari bunga 2 tanaman yang berbeda. Tipe demikian disebut
xenogami.
Setelah berada pada kepala putik, pollen akan berkecambah. Lama waktu yang
dibutuhkan oleh pollen untuk berkecambah sangat bervariasi untuk setiap jenis
tumbuhan.
Langkah pertama dari perkecambahan adalah bertambahnya ukuran pollen,
karena mengabsorpsi cairan yang ada pada permukaan kepala putik (Stigma), dan
desakan intin melalui lubang perkecambahari. Suatu buluh kecil tumbuh memanjang,
menembus jaringan stigma dan stilus (tangkai putik). Pada umumnya buluh pollen
bertipe monosifonus. (Sam buluh), tetapi ada yang mempunyai buluh banyak, seperti
pada Malvaceae, Cucurbitaceae dan Campanulaceae. Keadaan ini disebut polisifonus.
Pada Althaea rosea mempunyai 10 buluh pollen, sedang pada Malva neglecta 14
buluh. Stigma merupakan bagian yang berperanan penting dalam perkecambahan
pollen.
Setelah buluh muncul dari butir pollen, buluh tersebut mencari jalan pada
permukaan papila stigma, misalnya pada Gossypium atau melalui lapisan dinding
stigma yang sel-selnya terdiri atas pektoselulosa misalnya pada Lilium, ke dalam
jaringan stilus. Dinding buluh pollen terdiri atas 3 lapisan yaitu terluar terdiri atas pektin,
lapisan tengah dan pektoselulosa, dengan struktur fibliler yang kaya akan - 1,4 linked
glucan. Sitoplasma pada buluh kaya akan mitokondria dan badan Golgi,
Retikulum endosplasma halus dan kasar, vesikel , amiloplas dan badan lipid. Vesikel
kaya akan polisakanda atau RNA.
Berdasarkan keadaan morfologi ada 3 tipe stilus:
1. tertutup ; banyak dijumpai terutama pada tumbuhan dikotil.
2. terbuka ; dijumpai adanya saluran stilus yang lebar (tidak ada jaringan
transinisi), epidennis berfungsi nutritif. Sel-sel saluran stilus diselubungi oleh
zona sekretoris.
3. setengah tertutup; saluran stilus tidak lebar dikelilingi oleh jaringan transinisi
yang rudinienter terdiri atas 2-3 lapisan sel kelenjar (sekresi).
Gambar 8.20. Tipe- tipe stilus pada Angiospermae
A. Potongan bujur pistihini
B. Potongan bujur bagian atas dan stigma
C. Potongan bujur stilus tipe terbuka
D. Potongan lmtang stilus tipe tertutup.
E. Serbuk sari yang telah berkecambah.
Waktu yang dibutuhkan buluh pollen untuk mencapai kandung lembaga setelah
polinasi sampai terjadmya pembuahari untuk setiap jenis tumbuhan bervariasi.
Quercus membutuhkan waktu 12-14 bulan
Alnus glutinosa & Corylus avellana 3-4 bulan
Paphiopedium mandiae 19-20 ininggu
Orchis maculata 14 hari
Carica papaya 10 hari
Carya illinoensis 4-7 hari
Oryza sativa, Coffea arabica 12-14 jam
Crepis capillaris 60 menit
Taraxacum kok-saghys 15-45 menit
8.5.2. Pembuahari
Setelah berkecambah, buluh menembus jaringan stilus (pada tipe tertutup) atau
membuat jalan pada permukaan epidermis yang membatasi saluran stilus (pada tipe
terbuka) yang kemudian masuk ke dalam janingan stilus. Akhirnya buluh sampai di
dalam ovarium, dan segera menuju ovulum. Masuknya buluh pollen ke dalam ovulum
kemungkinan secara:
1. poligami, ini merupakan cara yang umum, yaitu buluh melalui mikrofil.
2. khalazogaimi, buluh melalui ujung khalaza, misalnya pada Casuarina.
3. misogami, buluh masuk melalui funikulus misalnya Pistacia, atau melalui
integumen seperti pada Cucurbita.
Gambar 8.21. Skema Pola masuknya buluh pollen ke dalam ovulum (keterangan: baca
teks)
Buluh pollen yang membawa sperma, setelah sampai di mikrofil masuk ke
dalam kandung lembaga dengan 3 cara yaitu:
1. buluh pollen masuk di antara dmding sel telur dan dinding sinergid.
2. antara dinding kandung lembaga dan sam sel sinergid.
3. langsung masuk ke dalam salah satu sel sinergid.
Kalau langsung masuk ke dalam sel sinergid, buluh menembus aparatus fihiforinis,
kemudian ujung buluh pecah, isi sel buluh (sitopasma, inti vegetatif dan sel sperma)
keluar, bergabung dengan sitoplasma sel sinergid. Dua sel sperma berubah bentuk,
kemudian keluar dari sel sinergid. Satu sel sperma menuju sel telur, dan yang lain
mendekati sel sentral (sel kutub) sel sinergid kemudian mengalami degenerasi.
Telah dilakukan penelitian, dengan pengecatan khusus ada 2 badan yang
berwarna gelap didalam sel sinergid dan badan tersebut dinamakan badan x. Menurut
Jensen (1972) telah ditetapkan bahwa satu diantaranya adalah sisa inti sinergid dan
yang lain sisa inti vegetatif, karena mengandung DNA.
Badan x setelah sperma masuk ke dalam sel telur terjadilah fusi antara inti sel
telur dengan inti sperma. Ini disebut singami. Sperma yang lain berfusi dengan sel
sentral. Peristiwa ini disebut fusi tripel (tripel fusion). Dengan adanya dua macam
pembuahari tersebut pada Angiospermae dikenal dengan pembuahan ganda (double
fertilization).
Suatu keadaan yang menyimpang, dimana banyak buluh pollen yang masuk
masing-masing membawa 2 sperma, atau lebih dan sperma dalam satu buluh pollen
masuk ke dalam kandung lembaga. Hal ini akan menyebabkan terjadinya polispermi.
Polispermi adalah suatu keadaan dimana satu sel telur dibuahi lebih dan satu gamet
Hasil peleburan (fusi) sel gamet jantan dengan sel telur adalah zigot, dan sel
gamet jantan dengan inti kutub adalah endosperm. Endosperm pada umumnya
berkembang lebih dahulu dari pada zigot. Fungsi endosperm memberi makan embrio.
Ploidi endosperm pada Angiospermae adalah 3n sedang pada Gymnospennae n
(haploid).
Gambar 8.24. Pembuahan ganda pada Lilium martagon
A. Kandung lembaga yang masak;
B. Buluh serbuk sari (bs) masuk ke dalam kantong embrio yang masak; salah satu
sperma mendekati inti telur, dan yang lain mengadakan kontak dengan inti
kutub. Salah satu inti sinergid mengalami degenerasi (d);
C. Inti sperma mengadakan kontak dengan inti telur dan sel sentral;
D. Perkembangan lebih lanjut dan pembuahari;
E-H. Fusi antara inti telur dengan sperma;
I-N. (fusi antara inti sperma dengan kedua inti kutub (tripel fusion).
8.6 Endosperm
Pada umumnya endosperm merupakan hasil pembelahan sel endosperm
primer secara mitosis berkali-kali, dan berfungsi memberi makan embrio yang sedang
berkembang. Tidak semua golongan tumbuhan mempunyai endosperm. Tumbuhan
yang tidak mempunyai endosperm adalah suku Orchidaceae, Podostemaceae dan
Trapaceae.
Derajat ploidi (jumlah kromosom) endosperm bervariasi tergantung pada jumlah
inti megaspora yang berfungsi pada pembentukan gametofit betina. Endosperm pada
kebanyakan tumbuhan mempunyai derajat ploidi 3 (tripolid). Ploidi pada endosperm
haustonum pada Thesium alpinum lebih dari 384 n. Yang mempunyai ploidi sangat
tinggi adalah endosperm Arum maculatum, yaitu 24576 n. Terjadinya poliploidisasi
pada endosperm disebabkan karena penistiwa endomitosis dan fusi inti di dalam sel-
sel endosperm (Kapoor, dalam Bhojwarn dan Bhatnagar, 1978).
Sel-sel endosperm biasanya berbentuk isodiametris, di dalamnya terdapat
butir-butir amilum, lemak, protein, atau butir-butir aleuron. Pada serealia, beberapa
lapisan endosperm yang terluar menjadi terspesialisasi baik secara morfologi maupun
fisiologi, dan menyusun suatu jaringan aleuron. Pada gandum jaringan aleuron terdiri
atas 3-4 lapis sel. Pada waktu bij i masak, lapisan aleuron masih tetap hidup, dan
bagian sel yang mengandung amilum (endosperm) dikelilingi oleh lapisan aleuron. Sel-
sel aleuron mempunyai dinding tebal, inti besar dan sitoplasma tidak bervakuola.
Pada dikotil aleuron tidak merupakan lapisan, tetapi merupakan butir-butir yang
terdapat di dalam sel endosperm. Misalnya pada Ricinus communis, Vicciafaba dan
lain-lain.
Apabila di dalam bij i tidak dijumpai adanya endosperm, fungsi nutritif bagi
embrio yang sedang berkembang diambil alih oleh jaringan yang ada di dalam ovulum.
Pada suku tertentu, antara lain Amaranthaceae, Cannaceae, Piperaceae dan
Cappatidaceae, jaringan nuselus dapat berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.
Jaringan nuselus ini disebut perisperm. Pada Piper nigrum jaringan nuselus di bawah
kantong embrio membelah, dan aktivitas pembelahannya terus bertambah. Sel-sel
tersebut adalah perisperm. Perisperm dan epiderinis nuselus banyak mengandung
amilum, sedang endospermnya sendiri yang terdapat di sekitar embrio sangat
mereduksi bila dibanding perisperm. Jumlah amilum terus bertambah mulai dan
khalaza sampai ke bagian mikrofil, sehingga 90% bagian dan bij i Piper nigrum ini
ditempati oleh perisperm. Pada bij i Myristica fragans (pala) endosperm dan perisperm
berkembang sama kuat.
Pada Cyanastrum endosperm dan sebagian besar nuselus tidak kelihatan
selama perkembangan bij i. Tetapi sel-sel nuselus yang ada di bagian khalaza, tepat di
atas janingan vaskular aktif mengadakan pembelahan membentuk jaringan yang
disebut khalasosperm. Sel-sel jaringan ini penuh dengan lemak dan amilum, berfungsi
sebagai pengganti endosperm.
Berdasarkan perkembangannya, endosperm dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:
1. nuklear.
Pada tipe ini pembelahan inti endosperm primer (secara mitosis) yang pertama
serta pembelahan selanjutnya tidak diikuti oleh pembentukan dinding sekat,
sehingga terjadi inti bebas.
2. seluler.
Pembelahan pertama dan pembelahan selanjutnya inti endosperm primer
diikuti oleh pembentukan dinding sekat. Di sini kantong embrio terbagi dalam
ruangan-ruangan, walaupun di antaranya ada yang mengandung lebih dari satu
inti. Misalnya pada Peperomia.
3. helobial.
Tipe ini intermediar antara tipe pertama dan tipe kedua. Misalnya pada
Helobiae, Zea mays atau Oryza sativa.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Davis (1966) 288 famili dalam
Angiospennae: 161 famili tipe endosperm nuklear, 72 famili tipe seluler, harinya 17
famili bertipe helobial. Seluler merupakan tipe umum yang di jumpai pada tumbuhan
dikotil, pada monokotil hariya pada famili Araceae dan Lemnaceae. Dan 17 famili yang
bertipe helobial, 14 famili adalah monokotil. Pada beberapa famili endosperm di bagian
khalaza sering mengalami perubahari menjadi haustorium.
Perkembangan awal proembrio pada monokotil dan dikotil adalah sama sampai
stadium oktant (8 sel). Perbedaannya tampak pada saat awal terbentuknya kotiledon
dan plumula.
Berdasarkan cara pembelahan sel apikal (ca) proembno 2 sel dan peranan sel
basal (cb) serta sel apikal pada pembentukan embrio selanjutnya, maka Maheswari
(1950) membagi 5 tipe perkembangan embrio pada tumbuhan dikotil sebagai berikut :
A. Sel apikal dan proembrio 2 sel membelah secara longitudinal.
1. Sel basal berperan sedikit atau tidak sama sekali pada perkembangan embrio
selanjutnya. Tipe Cruciferae/ Onagraceae.
2. Sel basal dan sel apikal beiperan dalam perkembangan embrio selanjutnya.
Tipe Asteraceae.
B. Sel apikal dan proembrio 2 sel membelah secara transversal.
1. Sel basal hanya sedikit berperan atau tidak sama sekali pada perkembangan
embrio selanjutnya.
1.1. Sel basal biasanya membentuk suspensor.
1.2. Sel basal tidak mengadakan pembelahan selanjutnya, bila ada suspensor,
supensor berasal dari sel apikal Tipe Cariyophylaceae
2. Sel basal dan sel apikal berperan dalam perkembangan embrio selanjutnya. Tipe
Chenopodiaceae.
Menurut Joharisen (1950) dikenal tipe ke 6 yaitu tipe Piperaceae misalnya pada
suku Piperaceae dan Loranthaceae. Tipe ini didasarkan atas pembelahan zigot
pertama kali dengan dinding vertikal (tegak lurus).
Suspensor
Merupakan bagian embrio yang letaknya berdekatan dengan ujung radikula.
Perkecambahan suspensor mencapai maksimum pada saat embrio mencapai stadium
bulat (globular). Pada biji yang masak sisa-sisa suspensor menunjukkan variasi dalam
bentuk, ukuran serta sel yang menyusunnya. Variasi ini biasanya berhubungan dengan
fungsi nutritif bagi embrio. Pada tumbuhan yang tidak mempunyai endospenn,
suspensor bersifat haustorium. Dikatakan pula selain membantu memberi makan,
suspensor merupakan akar embrionik yang bersifat sementara. Menurut Sussex et al.
(1973), sel-sel suspensor pada Phaseolus coccineus banyak mengandung RNA dan
protein.
Struktur embrio
Setelah pembuahan zigot membelah berkali-kali menjadi embrio. Embrio ini
mempunyai potensi untuk membentuk tanaman yang sempurna. Embrio mempunyai
poros embrional. Poros (sumbu) embrional pada dikotil menyebabkan terjadinya dua
kutub, yaitu kutub yang ada di bagian atas yaitu epikotil dan yang ada dibagian bawah
hipokotil. Epikotil akhirnya menjadi pucuk embnônik (plumula), dan hipokotil akan
menghasilkan batang sedang pada bagian bawah hipokotil akan menghasilkan calon
akar.
Pada umumnya embrio dikotil dan monokotil mempunyai persamaan
perkembangan sampai stadium 8 sel, yaitu stadium bulat. Embrio pada monokotil
bentuknya silindris karena mempunyai satu kotiledon, sedang pada dikotil mungkin
biobus (2 lobi) karena mempunyai dua kotiledon. Kotiledon pada dikotil muncul sebagai
dua tonjolan meristematik pada ujung apikal embrio. Tonjolan ini disebabkan adanya
perluasan ujung apikal embrio ke arah lateral. Karena adanya dua kotiledon ini maka
embrio terbelah secara bilateral simetris. Bagian apeks yang terdapat pada lekukkan di
antara dua kotiledon menyusun suatu meristem apikal (shoot).
Diferensiasi kutub atas sudah ditentukan mulai dari awal, jauh sebelum embrio
mencapai ukuran yang maksimum. Meristem yang ada di kutub atas adalah protoderm,
prokambium dan meristem dasar. Sedang diferensiasi kutub bawah meliputi organisasi
meristem ujung akar dan tudung akar (root). Meristem ujung akar ini mirip sekali
dengan titik tumbuh ujung batang, dalam hubungannya dengan pembentukan jaringan-
jaringan primier.
Embrio pada monokotil berbeda dengan dikotil, karena selain jumlah kotiledon,
juga berbeda dalam struktur. Kotiledon pada monokotil dinamakan skutelum. Pada
potongan membujur embrio dapat dilihat adanya sumbu embrional. Sumbu embrional
bagian bawah dan skutelum adalah radikula (calon akar) yang menghasilkan meristem
ujung akan dan tudung akar. Radikula dan tuding akar diselubungi oleh selaput
pelindung yang disebut koleonza. Epikotil menyusun tunas apeks dengan primordium
daun. Epikotil bersama primordium daun diselubungi oleh koleoptil. Disisi lateral
koleoriza membentuk tonjolan kecil ke arah luan, dan tonjolan ini disebut epiblas.
Pada beberapa tumbuhan yang endospermnya tidak berkembang, embrio
berfungsi sebagai penyinipan makanan cadangan sehingga embrio menjadi tebal.
Misalnya pada tumbuhan Leguininosae. Sedang pada bij i yang endsopermnya
berkembang embrio sangat tipis.
Artikel / File ini diambil dari elisa.ugmac.id dimana file ini merupakan karya dari dosen Fakultas Biologi UGM pengampu materi kuliah Struktur Dan Perkembangan Tumbuhan (SPT)